sebuah pengalaman berharga dalam hidup ini yang tak kan dapat terlupkan dan mungkin kana menjadi moment yanga abadi temani hidup ku
aku merasa ini pukulan KO buatku
aku tak akan ulang kejadian ini
Kamis, 12 April 2012
Rabu, 11 April 2012
mutiara bagi sang ibu
sebuaqh cerita untuk dibagikan kepada oarang terdekat kita
kebanggan menjadi diri sendiri dan berhalusinasi menjadi orang yang sukses
dalam dunia ini maupun di hari yang akan datang yang belum tau kapan itru akan terjadi
cintai orang terdekat kalian
terutama ayah dan ibu kita
kapan kalian akan membanggakan ortu kita
mulailah sekarang
1. berbakti
2. berkata sopan
3. jangan bohong
4. jadika mereka teman curhat
5. hormati mereka melebihi siapapun
6. luangkan waktu kalian untuk ibu
7. cintai mereka melabihi cinta kalian terhadap sesuatu
KASIH IBU KEPADA BETA TAKTERHINGGA SEPANJANG MASA
BAGAI SANG SURYA MENYINARI DUNIA
kebanggan menjadi diri sendiri dan berhalusinasi menjadi orang yang sukses
dalam dunia ini maupun di hari yang akan datang yang belum tau kapan itru akan terjadi
cintai orang terdekat kalian
terutama ayah dan ibu kita
kapan kalian akan membanggakan ortu kita
mulailah sekarang
1. berbakti
2. berkata sopan
3. jangan bohong
4. jadika mereka teman curhat
5. hormati mereka melebihi siapapun
6. luangkan waktu kalian untuk ibu
7. cintai mereka melabihi cinta kalian terhadap sesuatu
KASIH IBU KEPADA BETA TAKTERHINGGA SEPANJANG MASA
BAGAI SANG SURYA MENYINARI DUNIA
Jumat, 06 April 2012
adab berdoa yang benar
adab adab Berdoa dan Syarat Syarat Di ijabahnya Doa
Doa adalah prisai sekaligus senjata bagi kaum mukminin, yang bentengnya adalah doa
dan senjatanya tangisan. Karena meyakini bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Doa adalah inti ibadah dan tidak ada seorang pun yang akan binasa
bersama doa.” Biharul Anwar, 93: 300)
Dengan sabdanya tersebut Rasulullah saw menghimpun semua nilai ketinggian dan keagungan doa serta pengaruhnya ke dalam kehidupan.
Allah swt berfirman: “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat/51: 56).
Ayat
ini mengisyaratkan bahwa tujuan kita diwujudkan dan dihidupkan di dunia
tiada lain kecuali untuk beribadah kepada Allah swt. Sedangkan doa merupakan inti ibadah.
Allah swt berfirman:
“Berdoalah
kepada-Ku pasti Kuperkenankan doamu, sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku, mereka akan masuk ke neraka
jahannam dalam keadaan hina dina.” (Al-Mukmin/40: 60).
Dalam ayat ini Allah swt menjelaskan bahwa doa adalah ibadah, dan menegaskan sebagai hal yang saling berlawanan: doa dan kesombongan. Yakni:
Pertama:
Menggambarkan pribadi seorang hamba yang mengenal Tuhannya, mengenal
dirinya sebagai hamba-Nya, dan menjalin hubungan kedekatan dengan
Penciptanya.
Kedua: Menggambarkan sikap orang yang sombong,
angkuh, keras kepala dank eras hati, ahli maksiat dan durhaka, yang jauh
berbeda dengan pengenalan yang dirasakan oleh orang dalam sisi yang
pertama.
Dengan makna tersebut menunjukkan bahwa orang yang menghina dan mengecilkan peranan doa
dalam kehidupan, maka ia digolongkan pada bagian yang pertama. Orang
yang sombong dan tidak mengenal dirinya. Padahal Rasulullah saw
bersabda: “Barangsiapa yang mengenal dirinya ia mengenal Tuhannya.”
Makna inilah yang dijelaskan oleh para kekasih Allah swt bahwa ibadah yang paling utama adalah doa.
Karena tujuan ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt
dengan mengenal hak-hak Allah dan kekuasaan-Nya yang tak akan
tertandingi oleh siapapun; untuk merendahkan diri di hadapan-Nya, karena
meyakini bahwa segala kebutuhannya berada di tangan Allah Pemilik
malakut langit dan bumi, yang apabila Dia memberi tak akan ada seorang
pun yang mampu menghalangi, apabila Dia menahan tak akan ada seorang pun
yang mampu memberinya, dan tak ada seorang pun yang kuasa menolak
takdir-Nya kecuali Dia.
Tak ada ungkapan yang lebih jelas seperti makna yang diungkapkan di dalam doa. Karena doa
menjadi wasilah untuk mengungkapkan rasa sedih dan duka, perasaan yang
paling mendalam dan perjalanan batin, di waktu sekarang dan mendatang.
Dalam
kondisi dan keadaan seperti itulah wujud ibadah paling nampak dan
paling sempurna. Dan dalam kondisi itulah seorang hamba paling dicintai
oleh Allah swt. Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata: “Amal yang paling
dicintai oleh Allah azza wa jalla adalah doa.”
Jika
Islam memperhatikan suatu persoalan tertentu, maka pasti atasnya
ditetapkan adab adab dan syarat-syaratnya, agar manusia dapat memperoleh
kesempurnaannya dan memetik hasilnya.
Demikian juga dalam halnya persoalan doa,
Islam telah memperkenalkan kepada manusia adab-adabnya, agar mereka
memperoleh hasilnya, merasakan kebahagiaan dan kesejukan batin saat
menghadap kepada Allah swt sumber mata air kedamaian. Memperoleh
keyakinan bahwa Dia Maha Mendengar dan Maha Mengijabah. Beradab dan
bertatakrama yang baik dan sopan di hadapan-Nya sebagai seorang hamba
yang membutuhkan-Nya, agar mendapat perhatian-Nya.
Islam juga memperkenalkan kepada manusia tentang syarat-syaratnya, agar mereka berdoa dengan doa yang benar, dan doanya berpengaruh pada harapan dan kehidupannya, cepat atau lambat, segera atau tetunda.
Hakikat Doa
Allah swt berfirman:
“Dan jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku mengijabah doa
orang yang bedoa bila ia berdoa kepada-Ku. Maka hendaknya mereka
memenuhi (seruan)Ku dan hendaknya mereka beriman kepada-Ku, agar mereka
selalu berada dalam bimbingan.” (Al-Baqarah: 186)
Kandungan makna
ayat ini diungkapkan dengan ungkapan yang paling indah, struktur bahasa
paling lembut. Allah swt menggunakan kata “Aku” tidak menggunakan kata
“Dia” dan lainnya. Ini menunjukkan betapa besar perhatian Allah swt
terhadap hamba-Nya yang berdoa.
Ungkapan kata “hamba-hamba-Ku” juga menunjukkan pada betapa besarnya perhatian Allah swt terhadap doa.
Ayat ini tidak menggunakan kata penghubung dalam jawaban, yakni “Jika
hamba-hamba-Ku bertanya tentang-Ku. sesungguhnya Aku adalah dekat”,
ditambah menggunakan kata “Sesungguhnya” dan kata “qarib”. Ini
menunjukkan bahwa ketika seorang hamba berdoa kepada-Nya, Allah sangat
dekat dengannya, tetap dan selalu dekat dengannya.
Dalam hal
ijabah, ayat ini menggunakan “fi’il mudhari’” (kata kerja yang
menunjukkan waktu sekarang dan mendatang). Ini menunjukan bahwa Allah
sedang dan akan mengijabah doa hamba-Nya saat ia berdoa kepada-Nya.
Adapun maksudkan dengan kalimat “Aku mengijabah doa orang yang berdoa kepada-Ku” yang nampak membatasi ijabah-Nya. Maksudnya adalah Allah swt Allah mengijabah doa hamba-Nya jika ia benar-benar berdoa kepada-Nya dengan doa yang sebenarnya. Dan makna inilah yang juga dimaksudkan oleh firman-Nya:
“Berdoalah kepada-Ku, pasti Aku ijabah doamu.” (Al-Mukmin: 60)
Dalam ayat terdapat hal yang sangat penting dan mendalam, menginformasikan kepada kita tentang betapa pentingnya ijabah doa dan betapa besarnya perhatian Allah terhadap doa.
Hal ini ditunjukkan oleh pengulangan tujuh kali kata “Aku”, dan ini
hanya terjadi dalam ayat ini, tidak dalam ayat-ayat yang lain.
Doa
artinya memanggil, memusatkan pandangan yang dipanggil kepada yang
memanggil. Adapun kata “As-Sual” artinya bertanya atau memohon, yang
tujuannya untuk mendatangkan sesuatu yang bermanfaat atau menghindarkan
sesuatu yang berbahaya. Dengan permohonan diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pemohon setelah ia memusatkan perhatiannya, dan
permohonannya menjadi puncak doa.
Sebagaiman
telah kami jelaskan dalam pembahasan yang lain, bahwa ubudiyah artinya
adalah mamlukiyah, sifat pemilikan. Maksudnya setiap pemilikan
menunjukkan pada penghambaan manusia kepada Allah swt. Kepemilikan Allah
berbeda dengan kepemilikan selain-Nya. Kepemilikan Allah adalah
pemilikan yang mutlak dan sebenarnya, sedangkan kepemilikan selain-Nya
bersifat nisbi, tidak sebenarnya.
Karena selain Allah tidak
berhak menyandang kepemilikan yang bersifat mutlak. Apa saja yang
dimiliki oleh hamba-Nya misalnya: isteri, anak, harta, kedudukan, dan
lainnya. Juga dirinya, dan segala organ lahir dan batinnya. Semuanya
akan kembali dan harus dikembalikan kepada Pemiliknya yang mutlak, yaitu
Allah swt.
Semua ini menunjukkan bahwa tidak ada kepemilikan
selain Allah kecuali dengan izin-Nya, bahkan keberadaan hamba itu
sendiri adalah milik-Nya. Sekiranya Allah tidak mengizinkan niscaya kita
semua tidak akan ada. Hanya Dialah yang menjadikan kita memiliki
pendengaran, penglihatan, dan perasaan. Dialah yang menciptakan segala
sesuatu dan menentukan takdirnya.
Dari penjelasan ini menunjukkan
kejelasan bahwa Allah swt mendinding di antara sesuatu dan dirinya,
antara manusia dan setiap yang menemaninya: isteri, anak, teman, harta,
kedudukan, kebenaran, dan lainnya. Sehingga ini menunjukkan bahwa Allah
swt lebih dekat kepada kita dari setiap yang dekat dengan kita. Hanya
Dialah Yang Maha Dekat, dan kedekatan-Nya bersifat mutlak. Makna inilah
yang dimaksudkan oleh firman-Nya:
“Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat.” (Al-Waqi’ah: 85)
“Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (Qaaf: 16)
“Ketahuilah sesungguhnya Allah mendinding antara manusia dan hatinya.” Al-Anfal: 24)
Pemilikan
Allah terhadap hamba-Nya adalah pemilikan yang sebenarnya. Pemilikan
inilah yang mengharuskan setiap perbuatannya harus sesuai dengan
kehendak-Nya tanpa hijab. Ini menunjukkan bahwa hanya Allah yang mengijabah doa
orang yang berdoa kepada-Nya, menghilangkan penderitaannya, memenuhi
kebutuhannya, dan lainnya. Karena kemutlakan kepemilikan-Nya, maka ilmu
dan kekuasaan-Nya meliputi semua takdir tanpa dibatasi oleh takdir yang
lain, tidak seperti yang dikatakan oleh orang-orang yahudi:
“Sesungguhnya
Allah menciptakan sesuatu dan menentukan takdir-Nya, maka sempurnalah
perkara-Nya, dan terlepaslah ikatan kendali pengaturan yang baru dari
tangan-Nya dengan ketetapan yang Dia tetapkan atasnya, sehingga tidak
ada lagi penghapusan, bada’ dan ijabah doa karena persoalannya telah selesai.”
Juga
tidak seperti yang dikatakan oleh sebagian ummat Islam: “Sesungguhnya
Allah terlepas sama sekali dari setiap perbuatan hamba-Nya.” Ini adalah
pernyataan orang-orangt Qadariyah yang oleh Rasulullah saw dinamakan
Majusinya ummat ini. Yakni dalam hadisnya: “Qadariyah adalah majusinya
ummat ini.”
Jadi, setiap sesuatu tidak akan pernah terlepas dari
kepemilikan Allah, izin dan kehendak-Nya. Karena itu, tidak akan terjadi
suatu kejadian tanpa izin dan kehendak-Nya walaupun kita juga harus
berusaha dan berikhtiar. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah swt:
“Hai manusia, kamu yang butuh kepada Allah, dan Allah Dialah Yang Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (Fathir: 15)
Penjelasan itu menunjukkan bahwa setiap sesuatu diliputi oleh hukum, termasuk juga ijabahnya doa. Yakni ditentukan oleh sebab-sebab yang menyebabkan dan mengharuskan doa
itu diijabah. Seorang hamba yang berdoa kepada Allah dengan tawadhu’,
kerendahan hati, dan khusuk doanya akan menyebabkan ia dekat dengan-Nya
dan kedekatan dengan-Nya menyebabkan doanya diijabah oleh-Nya. Inilah
yang dimaksudkan oleh firman-Nya: “Aku mengijabah doa orang yang berdoa kepada-Ku.”
(Disarikan dari Tafsir Al-Mizan tentang surat Al-Baqarah: 186)
Dari uraian Allamah Thabathaba’i tentang pembatasan ijabah doa menunjukkan pada Adab-adab berdoa, dan syarat-syarat ijabahnya suatu doa.
Adab-Adab Berdoa
dan Syarat-Syarat Ijabahnya Doa
Pertama: Dalam keadaan suci
Di antara adab-adab berdoa harus dalam keadaan berwudhu’, khususnya ketika berdoa sesudah shalat.
Imam
Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata kepada Musammi’: “Wahai Musammi’, apa
yang menghalangi seseorang ketika ia berada dalam kesengsaraan duniawi
untuk berwudhu’ lalu pergi ke masjid, kemudian melakukan shalat
dua rakaat, lalu berdoa kepada Allah di dalamnya? Aku mendengar Allah
swt berfirman: “Mohonlah pertolongan dengan kesabaran dan shalat.” (Tafsir Al-Ayyasyi 1: 43)
Kedua: Bersedekah, memakai wangi-wangian, dan pergi ke masjid
Imam
Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Jika ayahku punya hajat, ia bersedekah
dulu, lalu memakai wangi-wangian dan pergi ke masjid.” (Al-Kafi 2: 347)
Ketiga: Melakukan shalat
Sebelum berdoa disunnahkan melakukan shalat hajat dua rakaat:
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Barangsiapa yang berwudhu’ dan memperbaiki wudhu’nya, kemudian melakukan shalat
dua rakaat, dan menyempurnakan ruku’ dan sujudnya; sesudah salam memuji
Allah azza wa jalla, membaca shalawat, kemudian memohon hajatnya.
Dengan cara inilah ia telah mengharapkan kebaikan dalam keinginannya.
Barangsiapa yang mengharap kebaikan dalam keinginannya, maka ia tidak
akan disia-siakan.” (Biharul Anwar 93: 314, hadis ke 20)
Keempat: Membaca Basmalah
Sebelum berdoa harus membaca Bismillâhir Rahmânir Rahîm.
Rasulullah saw bersabda:“Tidak akan ditolak suatu doa yang dimulai dengan Bismillâhir Rahmânir Rahîm.” (Biharul Anwar, 93: 313)
Kelima: Memuji Allah swt
Memuji
Allah swt artinya mengakui keesaan Allah swt, membuktikan
kebergantungan hanya kepada-Nya tidak kepada selain-Nya. Bagi yang
hendak memohon hajat kepada Allah swt dalam urusan dunia dan akhirat, ia
harus memuji Allah, mensyukuri karunia dan nikmat-Nya sebelum berdoa.
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata:
“Segala puji bagi Allah
yang menjadikan pujian kepada-Nya kunci bagi zikir-Nya, dan sebab bagi
penambahan karunia-Nya.” (Nahjul Balaghah, Khutbah 157)
Imam
Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Jika salah seorang dari kamu mengharap
hajatnya, maka hendaknya ia memuji Allah swt.” (Al-Kafi 2: 352, hadis ke
6)
Allah swt menyiapkan bagi orang yang memuji-Nya karunia yang baik dan limpahan pahala di atas harapan orang-orang yang bermohon.
Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa
yang menyibukkan diri dengan memuji Allah, Allah akan memberinya di
atas harapan orang-orang yang bermohon.” (Syarah Nahjul Balaghah Ibnu
Abil Hadid, jld 6: 190)
Wasalam, semoga bermanfaat
Langganan:
Postingan (Atom)